guru
PUDARNYA BIANGLALA
Luka itu terlalu dalam, diam adalah cara
Hentikan nafas yang kian masih tersisa
Aku masih hafal nyanyian itu, bernostalgia kiranya tak sampai
Menyayat hati luka bayangkan hari lalu tiba
“ haaa haa haa... “
Masih terngiang hingga kini, Tawa kejam hancurkan kalbu
Kaulah bunga itu, berdansa dengan kumbang yang baru.
Apakah ini bahasa cinta mu ?
Ahh.... terlalu abstrak, ku pulang saja dari pasar malam itu
Dengan lambaian duka, luka menyayat hati.
Kamera indra raga ku, mulai buat kristal-kristal putih nan suci
Ah... aku kembali dengan keheningan dan kesedihan malam
Kembali tertawa “ ha aa haaa haaa “ ini bukan soal jalan raya
agar seisi jagad raya menyangka, aku baik-baik saja
aku lupa jika tangan ini lumpuh, hanya kaki tertekuk takluk akan sang waktu.
Mengeja satu peraksara drama akan pasar malam itu.
Oh bunga...
Tak ku sesali kehadiran mu, kegetiran cinta harus pudarkan bianglala.
Biarkan saja ku disini masih setia bersama sayatan luka.
Agar tak henti-hentinya berdzikir, nama mu membasahi bibir
Biar luka dan duka mereka tak faham
Yakin Alam masih bersinar tanpa bingkai bianglala yang sudah pudar.
Narasi singkat
“ Hidup penuh maaf adalah jalan bagi kelapangan dan kedamaian jiwa. Terkadang yang di inginkan sebenarnya tak di butuhkan, sedangkan yang di butuhkan tidak bisa di miliki “
Itulah yang saat ini di rasakan oleh penyair puisi berjudul “Pudarnya Bianglala” itu semoga membantu, atas cita citanya menjadi penulis . amin ya robbal alamin.
Muhari Aqil Salman
01:30 Bangkalan, 14 Desember 2016
Komentar
Posting Komentar